Oleh: Novi, Leonita, Liem Jessica Angelina, Andreas Rayi Bondan
Maraknya Praktik Tukang Gigi
Maraknya praktik tukang gigi di Jakarta, membuat sebagian masyarakat semakin mudah untuk melakukan perawatan gigi. Bayangkan saja, dengan harga yang minim, masyarakat sudah bisa mendapatkan pelayanan gigi seperti membersihkan karang gigi, mencabut gigi, memasang kawat gigi, dan membuat gigi palsu. Sebagian masyarakat lebih memilih untuk datang ke tukang gigi daripada dokter gigi. Mengapa? Alasannya sederhana. Hanya karena harga yang bisa dikatakan tiga kali lipat lebih murah dari dokter gigi. Namun, masyarakat tidak memperhatikan standar-standar serta aturan dalam praktik kedokteran, seperti kesterilan alat-alat yang digunakan, bahan-bahan, dan proses perawatan gigi.
Maraknya Praktik Tukang Gigi
Maraknya praktik tukang gigi di Jakarta, membuat sebagian masyarakat semakin mudah untuk melakukan perawatan gigi. Bayangkan saja, dengan harga yang minim, masyarakat sudah bisa mendapatkan pelayanan gigi seperti membersihkan karang gigi, mencabut gigi, memasang kawat gigi, dan membuat gigi palsu. Sebagian masyarakat lebih memilih untuk datang ke tukang gigi daripada dokter gigi. Mengapa? Alasannya sederhana. Hanya karena harga yang bisa dikatakan tiga kali lipat lebih murah dari dokter gigi. Namun, masyarakat tidak memperhatikan standar-standar serta aturan dalam praktik kedokteran, seperti kesterilan alat-alat yang digunakan, bahan-bahan, dan proses perawatan gigi.
Direktur Bina Upaya Kesehatan
Dasar Kementerian Kesehatan, Dr. Dedi Kusweda, M. Kes, menuturkan pendapatnya
terkait berita seputar tukang gigi di Jakarta. Menurutnya, untuk melindungi
masyarakat dari pelayanan kedokteran yang tidak sesuai dengan standard,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes sebelumnya
No.339/MENKES/PER/V/1989 yang mengatur kewenangan, larangan serta perizinan
tukang gigi.
Melalui Permenkes tersebut,
kembali dipertegas apa yang boleh dan dilarang dilakukan oleh tukang gigi. Yang
boleh hanya membuat dan memasang gigi tiruan lepasan dari Akrilik. Tukang gigi
dilarang untuk:
1. Melakukan penambalan gigi dengan tambalan apapun
2. Melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat dan sejenisnya
3. Menggunakan obat-obatan yang berubungan dengan tambalan gigi baik sementara ataupun tetap
4. Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan
5. Melakukan tindakan -tindakan secara medis termasuk pemberian obat-obatan
6. Mewakilkan pekerjaannya kepada siapapun
1. Melakukan penambalan gigi dengan tambalan apapun
2. Melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat dan sejenisnya
3. Menggunakan obat-obatan yang berubungan dengan tambalan gigi baik sementara ataupun tetap
4. Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan
5. Melakukan tindakan -tindakan secara medis termasuk pemberian obat-obatan
6. Mewakilkan pekerjaannya kepada siapapun
Keahlian
tukang gigi umumnya didapat dari keturunan, otodidak atau alih keterampilan.
Misalnya karena sudah lama jadi asisten tukang gigi, kemudian praktek sendiri.
Tidak ada pendidikan formal tukang gigi. Berbeda dengan tekniker gigi, perawat
gigi dan dokter gigi yang ada jenjang pendidikannya.
Departemen
Kesehatan RI
Tukang Gigi
Bukan Pelayanan Dasar Kesehatan Gigi Di Indonesia
Pelayanan jasa
tukang gigi tersebar di berbagai tempat. Pekerjaan tukang gigi ini dibatasi
pada pembuatan gigi tiruan lepasan dari akrilik (plastik) sebagian atau penuh
dan diizinkan memasang tetapi tidak diatas sisa akar gigi. Namun, berdasarkan
plang yang terlihat di berbagai tukang gigi menyebutkan pelayanan yang diluar
ketentuan yang sebetulnya memerlukan pemahaman atau dasar keilmuan yang kuat
serta keterampilan atau kompetensi yang dapat di pertanggung
jawabkan.
Demikian
disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
drg. Zaura Rini Anggraeni. Menurutnya,
tukang gigi telah melakukan pemasangan kawat gigi. Padahal, untuk memasang
kawat gigi ini harus didiagnosis terlebih dahulu dan tidak untuk bergaya.
Bahaya dari pemasangan kawat gigi untuk bergaya dapat merusak posisi gigi yang
menyebabkan tulang sebagai pegangan gigi itu menjadi rusak dan gigi akan
goyang. Kawat gigi yang ditempelkan menyebabkan pembersihan yang tidak sempurna
dan menimbulkan kerusakan.
Permenkes
No. 53/DPK/I/K/1969 yang mengatur perizinan praktik tukang gigi, tidak boleh
diwariskan dan peraturan tahun 1989 hanya sampai usia 65 tahun. Jadi,
sebetulnya pekerjaan tukang gigi yang secara alamiah dengan sendirinya akan
habis. Orang-orang yang ingin berprofesi sebagai tukang gigi dapat dipekerjakan
sebagai teknisi gigi yang bekerja di laboratorium dokter gigi yang tugasnya
membantu dokter gigi dalam hal pembuatan gigi tiruan dan lainnya, tegas
Zaura.
Zaura
menambahkan, bagi para tukang gigi yang secara hukum masih dibenarkan untuk
melakukan pekerjaannya sesuai dengan perizinannya, pihak Kemenkes diharapkan
melakukan pengawasan sehingga apa yang diberikan kepada masyarakat tidak
merugikan.
Opini Publik
Tukang Gigi Bukan Lawan Dokter Gigi
Samakah
kewenangan tukang gigi dan dokter gigi? Tentu tidak sama. Tukang gigi hanya
boleh membuat sebagian/seluruh gigi tiruan lepasan dari akrilik dan
memasang gigi tiruan lepasan (pasal 2 ayat (2) Permenkes Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011).
Tukang gigi tidak boleh nambal, mencabut gigi, memasang gigi palsu permanen,
membuat resep, dan lain-lain. Artinya, kewenangan tukang gigi sangat dibatasi.
Tukang gigi
pernah mempunyai payung hukum, Permenkes Nomor 53/DPK/I/K/1969 yang mengatur
perizinan tukang gigi. Tetapi, payung itu dirampas oleh Permenkes
339/Menkes/Per/V/1989. Sejak 1989, tidak boleh ada izin baru buat tukang gigi
dan tukang gigi yang sudah mempunyai izin praktik dibatasi sampai usia 65
tahun.
Praktis sejak
saat itu tukang gigi dibunuh secara perlahan-lahan oleh Kementerian Kesehatan.
Padahal, pembinaan tidak pernah dilakukan terhadap tukang gigi. Ketika usaha
tukang gigi menjamur di jalanan, Kementerian Kesehatan tidak pernah mau tahu
tentang nasib masa depan tukang gigi.
Laporan Media Online
Cegah Malpraktik, Kemkes Beri Pelatihan untuk
Tukang Gigi
Pelaksanaan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang pekerjaan tukang gigi diundur
September 2012. Untuk mencegah malpraktik oleh tukang gigi, Kementerian
Kesehatan akan memberikan pelatihan untuk tukang gigi.
Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, Direktur Jendral Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan
asosiasi tukang gigi yang terhimpun dalam Perhimpunan Tukang Gigi Indonesia
(PTGI) dan Ikatan Tukang Gigi Indonesia (ITGI). Yang boleh
membuat gigi palsu sebenarnya hanyalah teknikal gigi yang menempuh pendidikan
D3. Namun kenyataannya, tukang gigi banyak yang membuat gigi palsu akrilik
dengan campuran bahan kimia yang berbahaya. Bahkan pernah ada kasus pasien
tukang gigi yang rahangnya harus diangkat karena gigi palsunya terkontaminasi
bahan kimia beracun.
Untuk mencegah
malpraktik, tukang gigi di seluruh Indonesia akan diberikan pelatihan mengenai
ketrampilan membuat gigi palsu. Keterampilan yang diajarkan ini juga dimiliki
oleh teknikal gigi yang menempuh pendidikan D3. Namun kompetensi yang dimiliki
akan berbeda, tergantung dari kemampuan masing-masing tukang gigi. Tukang gigi
yang berpengalaman mungkin akan menyelesaikan pelatihan dengan waktu yang lebih
singkat.
Mantapf..
BalasHapus