Minggu, 13 Januari 2013

Mau Murah, Jadi Mahal


Oleh: Novi, Leonita, Liem Jessica Angelina, Andreas Rayi Bondan
                 
Maraknya Praktik Tukang Gigi 

Maraknya praktik tukang gigi di Jakarta, membuat sebagian masyarakat semakin mudah untuk melakukan perawatan gigi. Bayangkan saja, dengan harga yang minim, masyarakat sudah bisa mendapatkan pelayanan gigi seperti membersihkan karang gigi, mencabut gigi, memasang kawat gigi, dan membuat gigi palsu. Sebagian masyarakat lebih memilih untuk datang ke tukang gigi daripada dokter gigi. Mengapa? Alasannya sederhana. Hanya karena harga yang bisa dikatakan tiga kali lipat lebih murah dari dokter gigi. Namun, masyarakat tidak memperhatikan standar-standar serta aturan dalam praktik kedokteran, seperti kesterilan alat-alat yang digunakan, bahan-bahan, dan proses perawatan gigi.


Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, Dr. Dedi Kusweda, M. Kes, menuturkan pendapatnya terkait berita seputar tukang gigi di Jakarta. Menurutnya, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan kedokteran yang tidak sesuai dengan standard, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes sebelumnya No.339/MENKES/PER/V/1989 yang mengatur kewenangan, larangan serta perizinan tukang gigi. 


Melalui Permenkes tersebut, kembali dipertegas apa yang boleh dan dilarang dilakukan oleh tukang gigi. Yang boleh hanya membuat dan memasang gigi tiruan lepasan dari Akrilik. Tukang gigi dilarang untuk:
1. Melakukan penambalan gigi dengan tambalan apapun
2. Melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat dan sejenisnya
3. Menggunakan obat-obatan yang berubungan dengan tambalan gigi baik sementara ataupun tetap
4. Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan
5. Melakukan tindakan -tindakan secara medis termasuk pemberian obat-obatan
6. Mewakilkan pekerjaannya kepada siapapun

Keahlian tukang gigi umumnya didapat dari keturunan, otodidak atau alih keterampilan. Misalnya karena sudah lama jadi asisten tukang gigi, kemudian praktek sendiri. Tidak ada pendidikan formal tukang gigi. Berbeda dengan tekniker gigi, perawat gigi dan dokter gigi yang ada jenjang pendidikannya.


Departemen Kesehatan RI
Tukang Gigi Bukan Pelayanan Dasar Kesehatan Gigi Di Indonesia

Pelayanan jasa tukang gigi tersebar di berbagai tempat. Pekerjaan tukang gigi ini dibatasi pada pembuatan gigi tiruan lepasan dari akrilik (plastik) sebagian atau penuh dan diizinkan memasang tetapi tidak diatas sisa akar gigi. Namun, berdasarkan plang yang terlihat di berbagai tukang gigi menyebutkan pelayanan yang diluar ketentuan yang sebetulnya memerlukan pemahaman atau dasar keilmuan yang kuat serta keterampilan atau kompetensi yang dapat di pertanggung jawabkan.  



Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) drg. Zaura Rini Anggraeni. Menurutnya, tukang gigi telah melakukan pemasangan kawat gigi. Padahal, untuk memasang kawat gigi ini harus didiagnosis terlebih dahulu dan tidak untuk bergaya. Bahaya dari pemasangan kawat gigi untuk bergaya dapat merusak posisi gigi yang menyebabkan tulang sebagai pegangan gigi itu menjadi rusak dan gigi akan goyang. Kawat gigi yang ditempelkan menyebabkan pembersihan yang tidak sempurna dan menimbulkan kerusakan.



Permenkes No. 53/DPK/I/K/1969 yang mengatur perizinan praktik tukang gigi, tidak boleh diwariskan dan peraturan tahun 1989 hanya sampai usia 65 tahun. Jadi, sebetulnya pekerjaan tukang gigi yang secara alamiah dengan sendirinya akan habis. Orang-orang yang ingin berprofesi sebagai tukang gigi dapat dipekerjakan sebagai teknisi gigi yang bekerja di laboratorium dokter gigi yang tugasnya membantu dokter gigi dalam hal pembuatan gigi tiruan dan lainnya, tegas Zaura.



Zaura menambahkan, bagi para tukang gigi yang secara hukum masih dibenarkan untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan perizinannya, pihak Kemenkes diharapkan melakukan pengawasan sehingga apa yang diberikan kepada masyarakat tidak merugikan.

Opini Publik
Tukang Gigi Bukan Lawan Dokter Gigi

Samakah kewenangan tukang gigi dan dokter gigi? Tentu tidak sama. Tukang gigi hanya boleh membuat sebagian/seluruh gigi tiruan lepasan dari akrilik dan memasang gigi tiruan lepasan (pasal 2 ayat (2) Permenkes Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011). Tukang gigi tidak boleh nambal, mencabut gigi, memasang gigi palsu permanen, membuat resep, dan lain-lain. Artinya, kewenangan tukang gigi sangat dibatasi.

Tukang gigi pernah mempunyai payung hukum, Permenkes Nomor 53/DPK/I/K/1969 yang mengatur perizinan tukang gigi. Tetapi, payung itu dirampas oleh Permenkes 339/Menkes/Per/V/1989. Sejak 1989, tidak boleh ada izin baru buat tukang gigi dan tukang gigi yang sudah mempunyai izin praktik dibatasi sampai usia 65 tahun.

Praktis sejak saat itu tukang gigi dibunuh secara perlahan-lahan oleh Kementerian Kesehatan. Padahal, pembinaan tidak pernah dilakukan terhadap tukang gigi. Ketika usaha tukang gigi menjamur di jalanan, Kementerian Kesehatan tidak pernah mau tahu tentang nasib masa depan tukang gigi.

Laporan Media Online
Cegah Malpraktik, Kemkes Beri Pelatihan untuk Tukang Gigi

Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang pekerjaan tukang gigi diundur September 2012. Untuk mencegah malpraktik oleh tukang gigi, Kementerian Kesehatan akan memberikan pelatihan untuk tukang gigi.

Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan asosiasi tukang gigi yang terhimpun dalam Perhimpunan Tukang Gigi Indonesia (PTGI) dan Ikatan Tukang Gigi Indonesia (ITGI). Yang boleh membuat gigi palsu sebenarnya hanyalah teknikal gigi yang menempuh pendidikan D3. Namun kenyataannya, tukang gigi banyak yang membuat gigi palsu akrilik dengan campuran bahan kimia yang berbahaya. Bahkan pernah ada kasus pasien tukang gigi yang rahangnya harus diangkat karena gigi palsunya terkontaminasi bahan kimia beracun.

Untuk mencegah malpraktik, tukang gigi di seluruh Indonesia akan diberikan pelatihan mengenai ketrampilan membuat gigi palsu. Keterampilan yang diajarkan ini juga dimiliki oleh teknikal gigi yang menempuh pendidikan D3. Namun kompetensi yang dimiliki akan berbeda, tergantung dari kemampuan masing-masing tukang gigi. Tukang gigi yang berpengalaman mungkin akan menyelesaikan pelatihan dengan waktu yang lebih singkat.

1 komentar: