Kelompok :
Yonatan Tauran –
10120110086
Bella Setyowati –
10120110090
Yasinta Amanda -
10120110235
Gisela Natalia –
10120110254
Surat
Ijin Mengemudi atau biasa disingkat SIM, tentunya sudah tidak menjadi istilah
asing bagi masyarakat umum. SIM menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi
oleh masyarakat di mana setiap pengendara kendaraan bermotor di jalan raya
harus memilikinya.
Mulai
dari pembelian surat pendaftaran SIM, tes kesehatan, pembayaran, pengisian
formulir, tes tertulis, tes praktek, dan foto harus dijalani oleh si pembuat
SIM. Dari sekian banyak proses, yang paling banyak memakan waktu adalah tes
praktek. Sebab, apabila si pembuat SIM gagal atau tidak lulus tes praktek, ia
harus mengulangnya hingga berhasil. Dengan kata lain, SIM tidak bisa didapatkan
begitu saja. Si pembuat SIM harus benar-benar menguasai teknik-teknik
berkendara yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Akibatnya,
banyak dari anggota masyarakat yang lebih memilih untuk membuat SIM secara
instan, melalui jasa calo. Dengan menggunakan jasa calo, masyarakat bisa
mendapatkan SIM dengan mudah. Tes tertulis hanya dijadikan formalitas semata
dan si pembuat SIM tidak perlu menjalani tes praktek. Dengan begitu, jumlah
calo SIM pun juga kian bertambah sesuai dengan banyaknya minat dari masyarakat
yang ingin menggunakannya. Tempat kursus yang seharusnya hanya melatih
berkendara juga turut menyediakan jasa calo SIM.
Parahnya
lagi, oknum-oknum kepolisianlah yang banyak menjadi perantara para calo SIM.
Mereka memanfaatkan wewenang yang ada untuk mendapatkan ‘keuntungan’ dari
masyarakat. Masyarakat pun juga mudah dibodohi oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Mereka lebih memilih proses instan tanpa memikirkan hal
lain. Padahal, biaya dengan menggunakan jasa calo terpaut lebih mahal dan
tentunya tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Untuk
membuktikan hal tersebut, tim kami memilih untuk melakukan proses investigasi
terhadap kasus ini. Tim kami kemudian mencari beberapa nara sumber yang terkait
dengan kasus ini, diantaranya adalah :
·
Odang, seorang calo SIM di beberapa
tempat kursus.
·
A.J. Ritonga, seorang calo SIM di Polres
Tangerang.
·
Totok, seorang calo SIM di tempat kursus
EXCO, Tangerang.
·
Ibu Neni, seorang administrator di
lembaga kursus CV. “PANCA SARI JAYA”.
·
Adit, seorang jasa fotokopi yang juga
bekerja sebagai calo di Polres Tiga Raksa.
·
Aibtu Daryono dan Aibda Winandi, seorang
Komandan Satlantas Polres Tangerang.
·
Adryan Agung Dwiyantoro, seorang
pengguna calo SIM.
Setelah menentukkan nara sumber yang akan
diwawancarai, tim kami mulai merencanakan proses investigasi. Sebelumnya, tim
kami melakukan proses pencarian dokumen yang terkait dengan kasus yang akan
diinvestigasi. Mulai dari kliping berita hingga aturan hukum yang mengatur
tentang daftar harga, aturan, hingga proses pembuatan SIM secara resmi dikumpulkan
untuk memperkuat dugaan-dugaan sementara dari tim kami akan permasalahan proses
pembuatan SIM.
Dokumen yang kami dapatkan antara lain :
·
UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal
19 ayat 1
Untuk mendapatkan surat izin mengemudi
yang pertama kali pada setiap golongan, calon pengemudi wajib mengikuti ujian
mengemudi, setelah memperoleh pendidikan dan latihan mengemudi.
Pasal 81 ayat 2
Syarat usia untuk mendapatkan Surat Izin
Mengemudi ditentukan paling rendah sebagai berikut :
a. Usia
17 tahun untuk SIM-A, C, dan D
b. Usia
20 tahun untuk SIM-BI
c. Usia
21 tahun untuk SIM-BII
Pasal 81 ayat 5
Syarat lulus ujian untuk mendapatkan
Surat Izin Mengemudi :
1. Ujian
Teori
2. Ujian
Praktik; dan/atau
3. Ujian
keterampilan melalui simulator
Setelah semua data-data dikumpulkan, tim kami mulai
melakukan proses investigasi. Tim kami menggunakan proses penyamaran untuk mendapatkan
informasi dari beberapa nara sumber. Pada tanggal 18 November 2012, tim kami
menghubungi Odang melalui pesan singkat atau SMS. Tim kami menanyakan tentang
proses pembuatan SIM apabila menggunakan jasa calo. Lalu, kami membuat janji
untuk bertemu dengan beliau pada tanggal 22 November 2012 di McD Lippo
Karawaci, Tangerang.
Pada awal pertemuan, dua anggota dari
tim kami menyamar sebagai orang yang ingin menggunakan jasa Odang untuk membuat
SIM. Tim kami menanyakan tentang persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk
membuat SIM dengan menggunakan jasa calo. Kemudian ia menjelaskan bahwa proses
membuat SIM dengan menggunakan jasa calo lebih mudah dan lebih praktis
dibandingkan dengan mengikuti prosedur secara resmi. Ia mengatakan bahwa SIM sudah
pasti dapat diperoleh dalam waktu satu jam. Pemohon hanya perlu mengisi
formulir teori dan praktek saja. Soal teori akan diisi oleh pihak kepolisian. Sehingga
pemohon tidak perlu kesulitan untuk melewati tahap uji teori. Tidak hanya itu
saja, pemohon juga tidak perlu melewati uji praktek layaknya prosedur resmi. Setelah
melakukan pengisian formulir teori dan praktek, pemohon melakukan proses foto
SIM. Selanjutnya pemohon hanya perlu menunggu waktu untuk entry data saja.
Apabila menggunakan jasa calo, pemohon akan
dikenakan biaya sebesar Rp460.000,00 di mana harga tersebut lebih mahal daripada
biaya pembuatan SIM secara resmi yaitu sebesar Rp120.000,00.
Odang menuturkan bahwa ia sudah
bekerjasama dengan semua bagian di kepolisian Tangerang. Hal itu mempermudah
Odang untuk melakukan tugasnya sebagai calo. Menurut pengakuan Odang, ia bisa
mengenal seluruh bagian di kepolisian sebab kakaknya adalah seorang Kapolda
Metro Jaya. Setelah mendapatkan cukup informasi dari Odang, tim kami kembali
melakukan proses investigasi untuk memverifikasi informasi tersebut.
Setelah melakukan proses investigasi terhadap
beberapa calo SIM, tim kami mendapati adanya kerjasama calo dengan lembaga
kursus stir mobil. Kemudian tim kami memutuskan untuk melakukan peneluran
terhadap beberapa lembaga kursus stir mobil di daerah Tangerang untuk
memperkuat informasi yang telah disampaikan oleh para calo tersebut.
4 Desember 2012, tim kami mendatangi
salah satu lembaga kursus di daerah Tangerang yang bernama EXCO. Tim kami memutuskan
untuk melakukan teknik penyamaran yaitu sebagai orang yang ingin les menyetir
di sana. Sesampainya di sana, kami dihampiri oleh seorang pria yang bernama
Totok yang bekerja sebagai seorang pengajar di lembaga kursus tersebut. Kemudian
kami bertanya seputar biaya untuk les menyetir di sana. Ada dua jenis paket les
menyetir mobil yang ditawarkan di sana, les tanpa membuat SIM atau les sekaligus
membuat SIM di sana. Di bawah ini adalah lampiran formulir biaya les dan juga
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon yang dipasang di lembaga kursus
EXCO :
Setelah
itu, tim kami menanyakan tentang cara pembuatan SIM kepada Totok. Kemudian dia
mengatakan bahwa apabila kami langsung membuat SIM di sana, Totok akan
mengantarkan kami ke Polres Tangerang. Berdasarkan pengakuannya, seluruh proses
pembuatan SIM akan diurus oleh bagian tilang atau oleh beberapa calo yang sudah
bekerjasama dengan lembaga kursus ini. Hal ini membuktikan bahwa pengakuan dari
calo tersebut benar yaitu bahwa ada kerjasama antara calo dengan lembaga
kursus.
Berdasarkan
penuturan dari tempat kursus tersebut, kami mendapatkan bukti-bukti yang sekaligus
menguatkan informasi yang dituturkan oleh para calo tersebut. Biaya pembuatan
SIM di lembaga kursus ini juga lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan jasa
calo ataupun melalui prosedur resmi.
Setelah
melakukan proses investigasi di lembaga kursus EXCO, tim kami langsung
melanjutkan proses investigasi ke lembaga kursus lain yang masih berada di
daerah Tangerang, yaitu “PANCA SARI JAYA”. Lagi-lagi kami menggunakan teknik
penyamaran yaitu sebagai orang yang ingin les menyetir mobil. Di sana tim kami
bertemu dengan Ibu Neni, seorang pengurus di lembaga kursus tersebut. Kemudian
kami bertanya mengenai proses les menyetir mobil di tempat ini. Hasil yang diperoleh
ternyata sama dengan lembaga kursus lainnya, yaitu kita dapat membuat SIM
secara langsung bahkan kita dapat memperpanjang SIM serta STNK. Ibu Neni
menuturkan bahwa proses pembuatan ataupun perpanjangan SIM serta STNK dibantu
oleh beberapa calo yang sudah bekerjasama dengan lembaga kursusnya. Hal ini
semakin memperkuat fakta-fakta yang telah kami dapatkan mengenai adanya kerjasama
antara para calo dengan lembaga kursus mobil.
Permasalahan
yang kami jadikan sebagai bahan investigasi pasti tidak terlepas dari pengguna
calo. Maka, tim kami juga melakukan wawancara dengan Adryan Agung Dwiyantoro,
seorang pengguna calo SIM di Polres Tangerang. Dalam proses wawancara, dia
menuturkan bahwa proses pembuatan SIM dengan menggunakan jasa calo lebih mudah
dan praktis dibandingkan dengan mengikuti prosedur resmi. Hal itulah yang
menjadi alasannya untuk menggunakan jasa calo. Proses pembuatan SIM dengan
menggunakan jasa calo ini tidak memakan banyak waktu. Tahapan prosesnya pun juga
sama seperti yang dijelaskan oleh para nara sumber yang telah kami wawancarai.
Tidak
berhenti di situ saja, tim kami tetap melakukan proses investigasi di Polres
Tigaraksa. Di tempat ini tim kami ingin membuktikan kebenaran tentang kerjasama
calo dengan aparat kepolisian. Dengan memasang kamera tersembunyi, kami memulai
proses investigasi. Di pagar masuk terdapat meja kerja polisi yang diduduki
oleh beberapa orang tak berseragam. Kami menduga mereka adalah calo. Mereka
memperhatikan kami saat kami memasuki Polres Tigaraksa hingga sampai di dalam
gedung.
Sesampainya
di dalam, kami sempat memperhatikan keadaan sekitar. Di sana banyak orang berkeliaran.
Lalu kami berjalan menuju ke kantin Polres. Terlihat seorang pria tengah duduk
di meja yang biasa dipakai untuk makan. Ia memperhatikan gerak-gerik kami cukup
lama, kemudian ia menghampiri kami dan menanyakan, “Ada yang bisa dibantu
Neng?”. Kami pun menjawab bahwa kami ingin membuat SIM. Kemudian ia mengajak kami
masuk ke dalam ruangan sempit yang terdapat mesin fotokopi. Ternyata ia bekerja
sebagai tukang fotokopi di dalam Polres yang juga bekerja sebagai seorang calo.
Namanya Adit, ia menjelaskan prosedur pembuatan SIM dengan menggunakan calo di
Polres Tigaraksa.
Untuk
membuat SIM A, ia mematok harga Rp450.000,00. Sedangkan untuk SIM C, dikenakan
biaya Rp430.000,00 dan harga tersebut tidak bisa ditawar lagi. Bila
dibandingkan dengan harga yang tertera di loket resmi, untuk membuat SIM A hanya
dikenakan biaya yang lebih murah yaitu Rp120.000,00. Sedangkan untuk SIM C hanya
seharga Rp100.000,00.
Kemudian,
kami bertanya kepada Adit tentang apa kelebihan menggunakan calo. Ia
menjelaskan bahwa bila menggunakan calo, kita tidak perlu mengikuti tes
tertulis ataupun tes praktek. Lama pembuatannya juga hanya memerlukan waktu 1
jam saja. Sedangkan apabila kita membuat SIM dengan mengikuti prosedur resmi,
kita harus memenuhi cukup banyak persyaratan. Misalnya saja, fotokopi KTP
domisili, kartu keterangan sehat dari dokter atau puskesmas, mengisi formulir
pengajuan pembuatan SIM dan waktu yang dibutuhkan pun lebih lama dibandingkan
dengan menggunakan jasa calo.
Saat
tim hendak keluar dari Polres tersebut, sekitar 2-3 orang datang menghampiri
kami dan menanyakan apakah ada yang bisa dibantu. Dari proses investigasi
tersebut, kami dapat menyimpulkan bahwa ada simbiosis mutualisme antara calo
dengan polisi.
Tidak
hanya Polres Tigaraksa, tim kami juga mengunjungi Polres Tangerang untuk
mengamati proses percaloan yang berada di sana. Saat baru turun dari mobil,
benar saja, seorang yang sebelumnya memarkirkan kendaraan, mendekati kami dan
menanyakan apa yang bisa dibantu. Ia adalah seorang calo di barisan depan. Yang
dimaksud dari barisan depan adalah calo yang berada di daerah parkiran. Sebab,
kantor pembuatan SIM agak masuk ke dalam. Setelah menyamar dan melakukan tawar
menawar dengannya, ia pun memberi harga akhir sebesar Rp550.000,00. Karena
terlalu mahal dan tak bisa ditawar lagi, akhirnya kami menolak tawaran tersebut
dan kami pun memasuki gedung Polres Tangerang.
Setelah
masuk lebih dalam, ada seorang yang mendekati lagi. Lagi-lagi seorang calo,
namanya Ritonga. Ritonga adalah calo SIM bagian tengah. Ia menuturkan bahwa
calo barisan depan cenderung lebih mahal daripada calo yang berada di dalam. Tim
kami sempat berbincang cukup banyak mengenai prosedur dan proses pembuatannya.
Hasilnya juga tak beda jauh dengan Polres Tigaraksa.
Ritonga
bekerja sebagai calo sudah cukup lama, sekitar belasan tahun. Di sana, ia sudah
memiliki banyak kenalan yang memudahkannya membuat SIM. Ia menjelaskan bahwa
praktik ini sudah umum dan bukan menjadi rahasia lagi. Saat kami meminta
kontaknya, ia berkata, “Iya silahkan. Saya juga gak takut kalau dilaporkan ke
KPK.”
Kemudian,
Ritonga memberi kartu nama K-Link, salah satu perusahaan MLM. Tapi dibalik
kartu nama tersebut dituliskan bahwa ia juga menerima jasa pembuatan STNK, SIM,
BBN, dan Mutasi. Harga yang dipatok Ritonga dalam membuat SIM A adalah Rp450.000,00.
Sedangkan untuk SIM C Rp400.000,00. Ketika kami ingin memperjelas mengapa harga
tersebut bisa berlipat-lipat dari harga normalnya, ia menambahkan bahwa sulit
menjelaskan kemana perginya uang tersebut. Entah memang karena tidak tahu, atau
sengaja ditutup-tutupi. Ia menambahkan bahwa dalam sekali membuat SIM, ia hanya
dapat uang rokok saja.
Setelah tim kami mendapatkan banyak informasi serta
bukti-bukti yang cukup kuat, kami memutuskan untuk melakukan wawancara dengan
kepolisian pada bagian Satlantas di Polres Tangerang. Di dalam Polres, tim kami
langsung diarahkan untuk bertemu dengan Komandan Satlantas yaitu Aiptu Daryono
dan Aipda Winandi. Mereka menjelaskan berbagai mekanisme yang harus dilakukan
untuk mendapatkan Surat Ijin Mengemudi. Diantaranya, melampirkan KTP, melunasi
biaya administrasi, mengurus surat kesehatan, melakukan registrasi, mengikuti
ujian teori, lalu ujian praktek, dan foto serta tanda tangan. Setelah itu, kita
tinggal menunggu pemgambilan SIM.
Akan tetapi dalam prakteknya, lulus ujian teori tidak semudah
yang dibayangkan. Apabila tidak lulus ujian teori, pembuat SIM harus mengulang
setelah dua minggu dan bila tidak lulus lagi, pembuat SIM harus mengulang lagi
dua bulan kemudian. Begitu juga dengan ujian prakteknya. Rumitnya proses
pembuatan SIM melalui jalur resmi ini ternyata membuat banyak calon pembuat SIM
lebih memilih menggunakan jasa calo.
Ketika kami menyakan langsung pada Aiptu Daryono, ia
menjelaskan bahwa pembuatan SIM di Polres Tangerang sudah benar-benar bersih
dari calo. "Kalo untuk calo, di sini sudah bersih dari calo. Kita udah
proteksi dari penjagaan paling depan," kata Aiptu Daryono. Padahal,
berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, kami banyak menjumpai calo yang
masih berkeliaran di Polres tersebut. Bahkan, kami juga banyak mendapatkan
tawaran bantuan untuk membuat SIM.
Informasi yang kami dapat dari berbagai narasumber juga
banyak mengatakan bahwa pihak kepolisian juga ikut bekerjasama dengan para
calo. Akan tetapi, pihak kepolisian kembali mengelak dan mengaku bahwa tidak
ada kerja sama dari pihak kepolisian. "Kita udah koordinasi dengan pihak
internal untuk melakukan pengawasan. Saya rasa sih nggak ada hal seperti
itu", kata Aipda Winandi.
Jadi,
tim kami dapat menyimpulkan bahwa calo SIM adalah salah satu penyakit
masyarakat yang sudah tidak bisa dimusnahkan melainkan harus dihindari.
Masyarakat harus sadar dan mau mentaati peraturan yang berlaku. Berusahalah
menjadi masyarakat yang “sehat” yang tidak ada niatan untuk mencari calo atau
kenalan polisi untuk memudahkan proses pembuatan SIM.
Sumber dan bahan-bahannya sudah top, tapi ceritanya kurang menggigit. Masih bisa diperbaiki alurnya.
BalasHapusuruslah urusanmu sendiri, saya pikir bangsa ini gak maju krn salah satunya kita sibuk urusin orang lain yg belum tentu kita lebih baik. serahkan saja pada masyarakat. Krn dg adanya calo jujur, saya butuh. krn kesibukan dan waktu yg tidak memungkinkan. Apalagi jika harus ijin seharian hanya utk urus SIM ????? wah...bisa terbengkalai pekerjaan. Intinya masyarakat sdh lebih dewasa koq, tdk usah ada sampeyan sdh bisa menilai. Dan tdk ada salahnya kita bayar lebih utk bayar jasa/uang lelah krn telah bantu kita. Waktu adalah Uang bro....
BalasHapuscalo juga butuh makan bro
BalasHapuskampungan
Hapus