Kamis, 18 Oktober 2012
Review Vanguard: Sex, Lies and Cigarettes’ Oleh Swantika Metta (10120110104)
Film yang berdurasi sekitar 43 menit ini, menayangkan sebuah fakta mengenai industri
rokok di negara-negara berkembang. Bagaimana produsen rokok mengkamuflase iklannya
untuk menarik perhatian calon konsumennya. Akibatnya tak hanya orang dewasa saja yang
merokok, anak-anak sekolahan hingga balita mulai menjadi perokok.
Christof Putzel seorang jurnalis koresponden dalam seri TV investigasi, Vanguard,
tergelitik saat melihat video viral yang menayangkan seorang balita tengah asik merokok
layaknya orang dewasa. Ia langsung menyelidiki apa yang membuat industri rokokok dapat
menyentuh anak balita yang diketahui bernama Aldi Rizal.
Christof melihat bahwa Indonesia adalah cerminan dari Amerika bertahun-tahun lalu.
Ketika iklan rokok merebak dimana-mana, ketika harga rokok semurah harga permen. Ketika
selebriti, dokter, dan flinstone menjadi duta rokok. Ketika Amerika dijuluki sebagai negara
Marlboro. Namun, pada tahun 2006 pemerintah Amerika menggencarkan kampanye anti
rokok. Dinas Kesehatan Amerika menyuguhkan tayangan betapa berbahayanya rokok itu,
menggencarkan slogan "one cigarette, will bring you to cancer", serta gambar-gambar yang
memperlihatkan dampak buruk dari rokok.
Ia mendapati fakta bahwa produsen rokok membuat iklan yang membangun kesan
bahwa rokok itu keren, seksi dan menyenangkan. Iklan rokok menggambarkan bagian
dari gaya hidup kaum muda. Iklan rokok tidak hanya marak menghiasi pinggir jalan kota
Jakarta saja tetapi juga di desa-desa kecil. Christof mendatangi Sumatera tempat Aldi si
balita perokok tinggal. Ia melihat betapa mudahnya rokok itu didapat di warung-warung
kecil. Bagaimana seorang penjaja rokok tidak hanya menjajakan rokoknya kepada orang
dewasa tapi juga anak-anak di bawah umur. Di Jakarta sendiri warung asongan yang menjual
rokok menjajakan rokok di depan sekolah, yang dengan mudah dapat di jangkau anak-anak
sekolahan yang notebene masih di bawah umur.
Masli seorang pengajar periklanan di salah satu Universitas lokal menyatakan
bahwa terget utama perusahaan rokok Philip Moris adalah kaum muda, resminya 18 tahun
ke atas dan tidak resminya 14 tahun kebawah. Tak hanya itu, Christof juga menyusup ke
dalam World Tobacco Asia Exhibition. Tempat berkumpulnya eksekutif perusahaan rokok
di seluruh dunia untuk pameran dagang tahunan. Seorang merketer rokok dalam pameran
tersebut menyatakan bahwa Indonesia adalah tempat yang sempurna untuk memasarkan
rokok. Marketer rokok itu juga mengiming-imingi 1 kilo beras tiap 50 dus rokok yang terjual.
Tayangan ini adalah salah satu contoh reportasi mendalam mengenai industri
rokok. Christof langsung terjun ke lapangan untuk melihat fakta yang sebenarnya. Ia
mengedepankan dislin verifikasi, kewajiban pada kebenaran, loyalitas kepada masyarakat,
indenpendensi sumber berita, pemantau kekuasaan, penyedia forum kritik, membuat hal
penting menjadi menarik dan relevan, menyajikan secara komprehensir dan menjalankan
kewajiban hati nuraninya atas ketidak beresan yang terjadi di negara-negara berkembang.
Seorang jurnalis yang mengedepankan sembilan elemen jurnalisme dalam reportasenya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar